Minggu, 14 November 2010

Legenda Danau Ranau dan Misteri Goa Puteri

Danau Ranau mempunyai luas 128 km persegi atau 8x16 km mempunyai cerita legenda yang menarik. Menurut cerita yang berkembang selama ini, alkisah pada zaman dahulu kala di sebuah desa yang subur di tepi sebuah paya-paya (rawa) yang luas tinggallah seorang tetua adat. Paya-paya tersebut ditumbuhi oleh pohon-pohon Reranau. Di samping itu tumbuh pula sebatang pohon Hara yang sangat besar. Di pohon ini banyak sekali burung-burung yang bersarang dan di antaranya terdapat sepasang burung yang besar sekali dan menjadi pimpinan diantaranya.


Mata pencaharian penduduk desa itu adalah mencari ikan serta bercocok tanam dengan berladang dan menggarap sawah. Karena suburnya daerah ini, banyak orang yang berdatangan dan bermukim serta mencari nafkah dengan bercocok tanam. Untuk itu, mereka membuka lahan-lahan baru yang masih subur, namun makin lama penduduk berladang sampai ke puncak-puncak bukit dan gunung-gunung bahkan sampai ke hutan larangan. Mereka selalu berpindah-pindah mencari lahan baru yang masih subur. Larangan serta aturan adat dalam berladang sudah tidak diindahkan lagi oleh penduduk, mereka tidak mau lagi mendengar petuah yang diberikan oleh pemimpin adat.
 Seiring dengan perkembangan zaman, jumlah penduduk semakin banyak dan kesibukan orang tua untuk mengasuh anak-anaknya makin meningkat. Akibatnya anak-anak kurang diperhatikan sehingga mereka tidak hanya bermain tetapi sudah mulai merusak. Mereka mulai mengganggu burung-burung dan mengambil sarangnya di sekitar paya-paya dan yang hidup di pohon-pohon. Anak-anak ini menangkap burung dan mengambil sarangnya untuk dijadikan permainan. Melihat keadaan ini, kedua burung besar itu menjadi sangat marah. Mereka mulai menyerang orang-orang yang lewat serta orang yang berada di dekat sarangnya. Nampaknya kedua burung besar itu melakukan protes atas gangguan terhadap kehidupannya.

Penduduk mulai mencoba mengusir burung tersebut dengan jalan menebang pohon Hara namun tidak berhasil, bahkan kedua burung itu menjadi semakin ganas. Beberapa orang sepakat untuk mengadukan berita ini pada tetua adat yang selama ini mereka lupakan dan memohon bantuannya untuk mengusir kedua burung tersebut. Setelah berbincang-bincang dan mendapat petuah, mereka akhirnya pulang. Sementara itu, tetua adat memohon petunjuk dan kekuatan untuk memusnahkan kedua burung yang telah menyebabkan malapetaka bagi orang kampung.

Setelah beberapa waktu penduduk laki-laki dikumpulkan dan pada hari yang telah ditentukan dengan dipimpin oleh tetua adat, masyarakat beramai-ramai pergi ke tepi paya-paya. Tidak lama kemudian, kedua burung itu datang menyerang, namun tetua adat telah siap menghadapinya dengan mengerahkan segala kekuatan dan kesaktiannya. Akhirnya, tetua adat dapat mengusir kedua burung ganas itu.

Kemudian atas petunjuk dari tetua adat, maka penduduk akhirnya berusaha untuk menebang pohon Hara dan pohon Reranau. Tetapi kedua pohon itu seolah memiliki kekuatan sehingga tidak mempan ditebang. Setelah tetua adat menancapkan kapaknya, barulah penduduk beramai-ramai dapat menebangnya, pohon Hara itu akhirnya tumbang. Dari pohon Hara yang ditebang itu keluarlah mata air, makin lama makin banyak yang akhirnya menggenangi paya-paya tersebut. Kini terbentuklah sebuah danau yang besar dan indah, yang disebut dengan Danau Ranau. Untuk menghormati jasa tetua adat, maka penduduk memberinya gelar "Singa Juru" yang berarti pemimpin gagah berani dan bijaksana.

MISTERI GOA PUTRI

Bila anda sudah mencapai Baturaja dan Danau Ranau, sempatkanlah untuk mengunjungi tempat Wisata Goa Putri yang sangat terkenal dengan cerita mengenai seorang putri dengan perangkat istananya yang sudah menjadi stalagtit dan stalagmit ini. Goa Putri ini terletak di Desa Padang Bindu, Kecamatan Pengandonan, sekitar 35 km dari kota Baturaja.

Letak Goa Putri sangat mudah dicapai karena letaknya yang tidak jauh dari jalan raya utama lintas Baturaja-Prabumulih-Palembang. Di jalan masuk ke arah Goa Putri, terdapat sebuah jembatan besi di atas Sungai Ogan dan ada papan penunjuk arah ke Goa Putri dengan tulisan Objek Wisata Goa Putri. Dari atas jembatan anda bisa melihat aktivitas masyarakat desa yang sedang mencuci dan mandi di sungai tersebut. Namun ada salah satu hal yang menarik di sungai tersebut, yaitu adanya sebuah batu yang seolah "tumbuh" di tengah sungai. Batu tersebut kini mulai ditumbuhi rerumputan yang menutupi bentuk aslinya. Konon menurut cerita yang berkembang di masyarakat, batu inilah yang dikisahkan dalam legenda sang Putri Balian yang dikutuk menjadi batu oleh seorang yang sakti mandraguna di masa itu yang bernama Si Pahit Lidah.

Tidak jauh dari sungai tersebut, kira-kira 1 km, anda bisa menemukan sebuah goa yang oleh penduduk setempat disebut Goa Selabe atau yang sekarang disebut Goa Putri. Panjang goa ini lebih dari 150 meter dan masih sangat alami serta tidak tembus, artinya kita harus kembali menuju jalan masuk bila akan keluar. Goa ini belum dipasangi listrik hanya pada bagian depan saja yang sudah dipasangi listrik, sehingga pengunjung yang datang melihat Goa Putri tidak bisa singgah hingga ke dalam. Untuk yang gemar berpetualang tidak akan ada halangan, dengan berbekal lampu senter sudah cukup untuk masuk ke goa tersebut.

Tidak bisa dipastikan kapan goa ini ditemukan, tapi menurut cerita yang berkembang, memang goa ini sudah ada sejak dulu dan masyarakat sekitar menyebutnya Goa Putri yang dalam bahasa setempat disebut Susumen Dusun. Susumen berarti goa dan dusun berarti desa.

Menurut legenda yang dipercaya sampai sekarang, dulu tinggallah seorang Putri Balian bersama keluarganya. Suatu ketika, Sang Putri mandi di muara Sungai Semuhun (sungai yang mengalir dalam goa, bermuara di Sungai Ogan), persis pada pertemuan sungai dengan Sungai Ogan.

Pada suatu saat, kebetulan seorang pengembara sakti lewat, yang dikenal dengan nama Si Pahit Lidah. Melihat Sang Putri yang hendak mandi di sungai, Si Pahit Lidah mencoba menegur. Namun tidak diperdulikan sama sekali oleh Sang Putri. Sampai beberapa kali Si Pahit Lidah menegur Sang Putri, tetap saja tidak dihiraukan oleh Sang Putri. Si Pahit Lidah kemudian menggumam, "Sombong benar si Putri ini, diam seperti batu saja.." Gumaman itu langsung mengenai Sang Putri, sehingga serta merta Sang Putri berubah menjadi batu. Itulah batu yang terdapat di Sungai Ogan.

Si Pahit Lidah kemudian melanjutkan perjalanannya. Tak disangka sampailah sang pengembara di depan lokasi yang sekarang menjadi goa. Si Pahit Lidah kemudian menggumam lagi. "Katanya ini desa, tapi tidak kelihatan orangnya, seperti goa batu saja." Dan jadilah tempat itu sebagai goa batu. Itulah legenda terjadinya Goa Putri.

Memasuki Goa Putri, banyak keindahan alam yang ciptaan Tuhan yang menakjubkan dapat anda saksikan. Bagaikan peninggalan kerajaan pada zaman dahulu yang telah runtuh namun masih utuh. Dinding goa yang dipenuhi stalagmit dan stalagtit menambah keindahan goa tersebut. Pada pintu masuk dapat anda lihat patung seekor singa yang seolah-olah sedang menjaga pintu. Sementara di dalam goa terdapat tempat peraduan Sang Putri, pelaminan Sang Putri lengkap dengan gambar mahkota di atasnya, singgasana raja serta lumbung padi yang kesemuanya itu sudah berbentuk batu. Yang lebih menarik lagi adalah adanya ruang keluarga raja lengkap dengan "wastafel" untuk mencuci tangan. Di sana terdapat aliran air yang sangat bersih dan dingin. Menurut cerita orang-orang yang di sana, jika anda mencuci muka dengan air tersebut bisa membuat anda awet muda, kulit muka tidak kelihatan tua.

Kisah tentang Goa Putri ini memang penuh misteri, entah kapan bisa terungkap. Mungkin hanya keajaiban alam biasa seperti kata seorang antropolog dari Bandung yang pernah melakukan studi di sini. Dia menyatakan bahwa Goa Putri dan kawasan sekitarnya adalah bekas lautan luas berusia 350 tahun sebelum masehi dan yang menjadi goa itu hanyalah sebuah batu karang.

Si Pahit Lidah

Siapa sebenarnya Si Pahit Lidah itu? Kalau anda pernah menonton film yang dibintangi oleh Advent Bangun sebagai Si Pahit Lidah, tentu anda akan mengenal legenda Si Pahit Lidah. Mengapa setiap kata-kata yang keluar dari lidahnya begitu "manjur" sehingga orang pun bisa berubah menjadi batu atau desa berubah menjadi goa batu.

Dari mana asal muasalnya Si Pahit Lidah? Sang pendekar ini sebenarnya hanyalah seorang pembantu yang bekerja pada seorang Kiai sakti. Setelah sekian lama bekerja pada Kiai, ia lalu berkeinginan meminta ilmu pada Kiai tersebut. Suatu saat Sang Kiai sudah merasa bosan karena berkali-kali mendengar permintaan pembantunya.

Karena si pembantu berkeinginan untuk segera pulang ke kampung halamannya, maka dipanggillah lelaki muda itu untuk menghadap Kiai. Kemudian Sang Kiai meminta lelaki itu untuk membuka mulutnya. Pada saat mulutnya terbuka, Sang Kiai lalu membuang ludah ke dalamnya. "Katanya kamu minta ilmu, ya itulah ilmu yang saya berikan, sekarang kamu boleh pulang", kata Sang Kiai. Nah kesaktian lelaki itu kemudian ternyata terletak pada lidahnya. Setiap kata-kata yang keluar dari lidahnya sungguh berbahaya karena semua bisa menjadi kenyataan.

Si Pahit Lidah juga mempunyai teman yang sakti yang dikenal dengan nama Nenek bermata empat atau Puyang Mata Empat. Keduanya ingin mengadu kesaktian dengan memilih tempat di sekitar Danau Ranau. Keduanya juga sepakat dengan cara saling ditimpa dengan buah aren, persis di bawah pohon aren. Yang pertama duduk di bawah pohon aren adalah Nenek Bermata Empat dan Si Pahit Lidah naik ke atas pohon aren dan memotong serangkaian buah aren. Begitu rangkaian buah aren jatuh persis di atas ubun-ubun kepala, Nenek Bermata Empat dengan mudah mengelak, karena ia bermata empat. Kendati Si Pahit Lidah marah-marah karena tidak bisa mengalahkan Nenek Bermata Empat tapi ia tetap harus menghormati perjanjian dan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.

Giliran Si Pahit Lidah untuk duduk di bawah pohon aren dan Nenek Bermata Empat naik ke atas pohon aren untuk memotong buah aren. Begitu tangkai buah aren dipotong, rangkaian buah itu jatuh persis di atas kepala Si Pahit Lidah. Tanpa bisa mengelak, karena Si Pahit Lidah tidak bisa memprediksi saat jatuhnya rangkaian buah aren itu, lelaki itu akhirnya mati konyol. Karena penasaran, Nenek Bermata Empat ingin mengetahui lebih jauh mengapa sang jagoan bergelar Si Pahit Lidah, lalu ia mencicipi lidahnya. Dan apa yang terjadi kemudian? Sekonyong-konyong Nenek Bermata Empat itu langsung mati karena lidah Si Pahit Lidah mengandung kesaktian.

Kabarnya, makam Si Pahit Lidah berada di hutan yang berada di kawasan Danau Ranau. Sayangnya tidak banyak yang tahu tentang hal ini termasuk warga setempat. Sebenarnya berbagai legenda yang ada di Danau Ranau dan sekitarnya ini sangat potensial untuk dikemas sebagai paket wisata khusus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel Terkait